Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengkritik secara tajam lembaga Komisi Yudisial yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk memantau perilaku para hakim.
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengungkapkan kekecewaannya atas terus bermunculnya kasus hakim yang menerima suap, yang menandakan adanya keruntuhan integritas di kalangan hakim. Hal ini terjadi setelah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap dalam perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah.
Hinca berpendapat bahwa insiden sebelumnya mengenai hakim di PN Surabaya yang terlibat suap seharusnya memberikan pelajaran berharga bagi hakim-hakim lain.
"Seakan-akan ini berlanjut dari kasus di Surabaya sebelumnya, kedua kasusnya berisi unsur suap. Hal ini memberikan kesan bahwa hakim kita bisa disogok, itulah pandangan orang banyak," ujar Hinca dalam sebuah acara diskusi di Jakarta pada hari Minggu (13/4/2025).
Dia berpendapat bahwa hakim di PN Jakarta Selatan terlihat tak mampu menahan godaan dari pebisnis yang melakukan tindakan melanggar hukum dalam konteks suap.
Di samping itu, Hinca merasa bahwa kasus yang melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan jauh lebih serius dibandingkan dengan yang terjadi di Surabaya, karena hal tersebut berdampak pada kebutuhan dasar masyarakat, khususnya dalam konteks minyak goreng.
Dia juga mengekspresikan kekecewaannya terhadap Mahkamah Agung yang belum berhasil menjaga integritas hakim-hakimnya dengan baik.
Lebih lanjut, Hinca mengkritik secara tajam lembaga Komisi Yudisial yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk memantau perilaku para hakim.
"Saya akan menanyakan ini di DPR ketika kami mengundang sekretaris Mahkamah Agung, karena dia yang dapat dihubungi untuk menjelaskan mekanisme pengawasan dan upaya menjaga integritas," tegasnya.
Menurut Hinca, permasalahan integritas hakim tersebut perlu dibenahi karena seolah-olah putusan hakim bisa dibeli. Seharusnya putusan tersebut menyelesaikan aktivitas korupsi atau suap, tetapi justru aktivitas pelanggaran itu berlanjut dengan penyuapan hakim.
"Malah hakim yang menangani perkara itu disuap, itu menurut saya sudah melampaui batas," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta, Sabtu (12/4) malam.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyampaikan MAN terlibat dalam kasus tersebut saat menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
"MAN diduga telah menerima uang suap sebesar Rp60 miliar dari tersangka MS dan AR selaku advokat untuk pengaturan putusan agar dijatuhkan ontslag," kata Abdul dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (12/4/2025) malam.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.