UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tidak berhasil mengendalikan dominasi produk impor, dan bahkan tidak memberikan hukuman tegas untuk praktik impor berlebihan yang merugikan para petani lokal.
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Johan Rosihan, menekankan betapa pentingnya untuk merevisi Undang-Undang (UU) Pangan, demi memperkuat ketahanan pangan nasional dan mengurangi ketergantungan yang semakin mendesak pada impor.
“Seperti yang pernah dinyatakan oleh Bung Karno, pangan adalah soal hidup dan mati sebuah bangsa. Namun, undang-undang kita saat ini tidak mampu memastikan ketahanan pangan, apalagi kedaulatan pangan,” ungkap Johan di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Selasa (20/5/2025).
Dia berpendapat bahwa UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tidak berhasil mengendalikan dominasi produk impor, dan bahkan tidak memberikan hukuman tegas untuk praktik impor berlebihan yang merugikan para petani lokal.
“Revisi undang-undang ini perlu didasarkan pada prinsip konstitusional, yaitu perlindungan kepada rakyat serta penguasaan negara atas sumber daya pangan. Negara tidak boleh menyerahkan urusan pangan hanya pada mekanisme pasar. Sebaliknya, negara harus aktif, memimpin, dan memastikan bahwa rakyat mendapatkan perlindungan dalam urusan pangan,” jelasnya dengan tegas.
Johan kemudian menguraikan tiga kelemahan utama dari UU Pangan yang berlaku saat ini, yaitu kurangnya fokus pada produksi dalam negeri, tidak adanya hukuman untuk impor yang berlebihan, serta kurangnya penguatan terhadap pasal 33 UUD 1945 yang berbicara tentang penguasaan negara terhadap sumber daya alam.
Tak hanya itu, ia juga sempat menyoroti lemahnya kebijakan cadangan pangan.
“Bulog hanya diberi kuota menyerap 3 juta ton dari total produksi 19 juta ton. Lalu, nasib 16 juta ton produksi petani ke mana?," kata dia.
Selain itu, harga beras dalam negeri yang masih tinggi juga tak luput dari kritikannya terhadap pemerintah.
RUU Pangan, kata Johan, harus menegaskan batasan kuantitatif dan prosedur ketat dalam kebijakan impor. Ia menyerukan perumusan strategi swasembada pangan yang bukan hanya wacana politik, tapi langkah berdaulat dalam menghadapi krisis global, konflik geopolitik, dan perubahan iklim.
Ia juga menyarankan adanya reformasi kelembagaan, termasuk pembentukan Kementerian Pangan sebagai institusi teknis yang menggabungkan fungsi Bulog dan Bappenas dalam urusan pangan. “Tapi Bulog harus tetap ada dan diperkuat sebagai instrumen pemerintah,” kata Johan
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.