Afifuddin berpendapat bahwa berbagai sistem dan struktur pemilihan yang telah diterapkan sejauh ini dapat menjadi fondasi penting dalam meningkatkan aturan pemilihan di masa mendatang.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Mochammad Afifuddin, menekankan bahwa perubahan pada Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada harus berlandaskan pada evaluasi menyeluruh dari pengalaman panjang yang telah terjadi dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak tahun 1955.
Afifuddin berpendapat bahwa berbagai sistem dan struktur pemilihan yang telah diterapkan sejauh ini dapat menjadi fondasi penting dalam meningkatkan aturan pemilihan di masa mendatang.
"Dari pengalaman menyelenggarakan pemilu dengan berbagai sistem dan struktur, kita memiliki banyak pelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki pelaksanaan pemilu dan pilkada di masa yang akan datang," kata Afifuddin dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Menurut Afifuddin, refleksi tersebut sangat diperlukan untuk merumuskan regulasi yang mampu beradaptasi, inklusif, dan sejalan dengan perubahan sosial-politik di masyarakat.
Ia lantas mencontohkan salah satu hal krusial yang perlu menjadi pertimbangkan dalam revisi adalah jeda waktu antara pelaksanaan pemilu dan pilkada.
Pengalaman pada tahun 2024, kata dia, menunjukkan betapa beratnya beban penyelenggara ketika tahapan pemilu dan pilkada berhimpitan.
"Idealnya ada jeda 1,5 tahun sampai 2 tahun supaya kami bisa fokus menjalankan setiap tahapan," kata dia.
Selain itu, Afifuddin menekankan perlunya pembahasan mengenai desain kelembagaan penyelenggara, sistem pemilu, hingga metode pemilihan.
Ia juga menyinggung potensi pemanfaatan teknologi dalam pemilu. Namun, hal tersebut memerlukan persiapan jangka panjang dan dasar hukum yang kuat.
"Kalau ada usulan digitalisasi, harus ada kepastian hukumnya supaya KPU tidak terombang-ambing," terang Afifuddin.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.