Tanjung Priok dahulu dikenal sebagai pelabuhan tersibuk di Indonesia, dengan sejarah yang kaya yang melibatkan pertumbuhan perdagangan dan peristiwa kolonial.
Pekerja pengangkutan di pelabuhan dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), dan Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI) telah mendesak Menteri BUMN Erick Thohir untuk memberhentikan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Seruan tersebut menyusul terjadinya kemacetan ekstrem di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dari hari Rabu (16/4) hingga hari Jumat (18/4).
"Tuntutan kami adalah untuk memecat Dirut PT Pelindo, Dirut PT Multi Terminal Indonesia (MTI), serta Dirut PT New Priok Container Terminal One (NPCT1), dan juga menghapus gerbang utama (common gate MTI), serta mencabut kebijakan terkait gate pass berbayar," tegas Ketua Umum KPBI, Ilhamsyah di Jakarta, pada hari Senin (21/4/2025).
Ilhamsyah menyatakan bahwa mereka yang mewakili KPBI, FBTPI, dan SBTPI akan terus memperjuangkan agar Pelindo segera melakukan perbaikan yang mendasar untuk memberikan keadilan bagi sopir dan masyarakat di Jakarta Utara.
Menurut Ilhamsyah, pelabuhan Tanjung Priok adalah salah satu pelabuhan strategis di Indonesia yang berfungsi sebagai pintu gerbang ekonomi nasional.
Tanjung Priok dahulu dikenal sebagai pelabuhan tersibuk di Indonesia, dengan sejarah yang kaya yang melibatkan pertumbuhan perdagangan dan peristiwa kolonial.
Sebelumnya, pelabuhan ini dikenal dengan nama Sunda Kelapa. Meningkatnya aktivitas dan ukuran kapal yang bersandar menyebabkan pemerintah kolonial Belanda membangun pelabuhan baru yang lebih besar, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok.
Pelabuhan Tanjung Priok kian berkembang seiring kemajuan zaman dan Pelindo II dipercaya sebagai salah satu perusahaan BUMN untuk mengelola pelabuhan tersibuk di Indonesia tersebut.
Ia mengatakan pada kenyataannya kemajuan tidak serta merta selaras membawa kesejahteraan kepada para buruh dan masyarakat di Pelabuhan Tanjung Priok.
Menurut dia, beragam persoalan yang timbul justru disebabkan oleh aktivitas Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola oleh Pelindo.
Ia memberikan contoh, mulai dari persoalan ketenagakerjaan, premanisme dan pungli, kemacetan, bahkan terdapat indikasi terjadi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan perusahaan yang notabene sebagai perusahaan milik negara.
Ia mengatakan FBTPI terlibat dalam pengorganisasian dan aksi bersama Keluarga Besar Sopir Indonesia (KB-SI) dalam merespon persoalan biaya masuk pelabuhan (gate pass).
Kemudian, pemberantasan pungutan liar dan premanisme, perbaikan sistem operasi pelabuhan, perbaikan dan pengadaan fasilitas serta kemacetan pada Februari lalu.
"Masih terang dalam ingatan kita, begitu ramai menjadi perbincangan publik soal kemacetan parah Tanjung Priok," kata dia.
Ia mengatakan keadilan ini sebenarnya menjadi permasalahan tradisional yang tidak pernah diselesaikan secara serius oleh Pelindo.
Selain itu keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok kini bukan membawa kabar gembira bagi masyarakat, tetapi membawa kabar duka yang selalu menghantui masyarakat.
"Pengelolaan yang ugal-ugalan, tidak profesional dan jauh dari azas keadilan bagi seluruh rakyat, terpampang jelas dari pengelolaan kuota kontainer yang seharusnya 2.500 per hari dipaksakan menjadi 7.000 per hari," katanya.
Selain itu, lanjutnya berdasarkan investigasi FBTPI, beberapa keterangan anggota dari Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI) yang bekerja sebagai sopir trailer keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kemacetan mulai dari jumlah alat yang masih sangat terbatas, sistem sering eror dan "common Gate MTI" tidak efektif penggunaannya.
Ia mengatakan Gate MTI yang merupakan common gate, rencananya akan mengatur mobil yang akan menuju ke NPCT1, NPCT2 dan NPCT3, sedangkan sekarang NPCT2 dan NPCT3 belum beroperasi.
"Di sisi lain, common gate keberadaannya di dekat jalan raya sehingga menyebabkan kemacetan sampai ke sana," kata dia.
Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo saat ini adalah Arif Suhartono .
Ia memimpin perusahaan sejak penggabungan Pelindo I, II, III, dan IV pada 2021, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan layanan kepelabuhanan nasional.?
Arif Suhartono lahir di Banyumas pada 1970. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di bidang Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1994.
Kemudian, ia meraih gelar S2 di bidang Infrastructure Management dari Yokohama National University, Jepang (2001), dan S2 di bidang Business Administration dari Nanyang Technological University, Singapura (2017) .?
Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Pelindo, Arif Suhartono memiliki pengalaman luas di sektor kepelabuhanan, termasuk sebagai Direktur Utama PT Terminal Petikemas Indonesia dan PT Pelabuhan Tanjung Priok.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.