Demokrasi tidak boleh menjadi slogan kosong, melainkan praktik nyata menyerap suara rakyat, terutama kelompok marginal.
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH), memberikan tanggapan terhadap enam paket stimulus yang dicanangkan pemerintah. Langkah ini diharapkan dapat mempertahankan daya beli masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun 2025, agar dapat mencapai pertumbuhan sekitar 5 persen.
Menurutnya, kebijakan ini memunculkan pertanyaan penting mengenai apakah tindakan darurat ini merupakan respon yang proporsional atau hanya sebuah reaksi yang tergesa-gesa yang dapat merugikan keberlanjutan fiskal. Terlebih lagi, informasi mengenai alokasi anggaran negara untuk enam paket stimulus itu masih belum jelas.
"Stimulus ekonomi yang tidak didasarkan pada analisis yang kuat berpotensi menjadi alat untuk kepentingan politik atau hanya berfungsi sebagai pendorong konsumsi jangka pendek, bukannya sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkelanjutan," kata ANH di Jakarta, pada Rabu (28/5/2025).
Ia juga mengritik bahwa sebenarnya pemerintah telah menyiapkan program stimulus lain, antara lain pembangunan tiga juta unit rumah, program Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Merah Putih, serta insentif untuk pemeriksaan kesehatan.
Namun menurutnya, kini terkesan tersingkir oleh enam paket 'dadakan' yang menuntut anggaran yang signifikan. Ketiadaan “konduktor” yang memimpin orkestra kebijakan, menyebabkan setiap program bekerja sendiri-sendiri, tanpa harmoni. Alhasil, jangan berharap dampak yang maksimal.
“Akibatnya, ‘mulut dapur’ fiskal yang sudah sesak harus menaikkan suhu kerja printing money atau menambah utang untuk merespons permintaan sektor ekonomi,” tegas dia.
Oleh karena itu, dia mendorong agar pemerintah segera memublikasikan perincian biaya enam paket stimulus secara transparan untuk memperkuat akuntabilitas dan kepercayaan publik. Kemudian, perkuat partisipasi publik untuk menghitung multiplier effect stimulus dan proyeksi beban fiskal jangka menengah.
Selanjutnya, bangun mekanisme konsultasi publik yang inklusif. Dia mengatakan, demokrasi tidak boleh menjadi slogan kosong, melainkan praktik nyata menyerap suara rakyat, terutama kelompok marginal.
“Hanya dengan pendekatan semacam ini, kita bisa mewujudkan stimulus yang tidak hanya ‘panas di atas kertas’ tetapi benar-benar menyalakan mesin pertumbuhan yang berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan sesuai semangat demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan,” katanya.
“Jika pemerintah bersikeras pada jalur ini, kita tak hanya mempertaruhkan stabilitas makroekonomi, tetapi juga mengubur masa depan generasi mendatang di bawah gunung utang yang tak bertuan,” tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso membeberkan, pemerintah menyiapkan 6 paket stimulus berbasis konsumsi domestik.
Pertama, berupa diskon transportasi yang mencakup diskon tiket kereta api, diskon tiket pesawat, serta diskon tarif angkutan laut selama masa libur sekolah.
Kedua, pemberian potongan tarif tol dengan target sekitar 110 juta pengendara dan berlaku pada Juni-Juli 2025.
Ketiga, stimulus berupa diskon tarif listrik sebesar 50% selama bulan Juni dan Juli 2025. Pemerintah menargetkan 79,3 juta rumah tangga dengan daya listrik di bawah 1.300 VA untuk mendapatkan diskon tersebut.
Keempat, penambahan alokasi bantuan sosial berupa kartu sembako dan bantuan pangan dengan target 18,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk bulan Juni-Juli 2025.
Kelima, stimulus berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta atau UMP, serta guru honorer.
Keenam, pemerintah memperpanjang program diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja di sektor padat karya.
"Rencananya, keenam stimulus yang saat ini sedang difinalisasi tersebut akan diluncurkan pada 5 Juni 2025, dan diharapkan mendongkrak konsumsi masyarakat," kata Sisuwidjono di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.