Lakso meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung menindaklanjuti dugaan keterlibatan Budi Arie dalam kasus ini karena lembaga penegak hukum tersebut memiliki kewenangan untuk menangani masalah Tindak Pidana Korupsi.
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menganggap bahwa dugaan peran mantan Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam permintaan bagi hasil 50 persen dari pengamanan situs judi online termasuk dalam kategori suap atau gratifikasi sesuai dengan Pasal 12 A dan B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Pendapatan yang diterima saat menjabat sebagai menteri cukup untuk memenuhi kriteria potensi suap menurut Pasal 12 huruf A atau B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, atau setidaknya bisa dianggap sebagai gratifikasi,” tuturnya dalam sebuah pernyataan tertulis kepada media di Jakarta, pada Rabu (21/5/2025).
Lakso meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung menindaklanjuti dugaan keterlibatan Budi Arie dalam kasus ini karena lembaga penegak hukum tersebut memiliki kewenangan untuk menangani masalah Tindak Pidana Korupsi.
“Kami mendesak KPK atau Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan atas indikasi tindakan suap atau gratifikasi dalam perkara ini,” ujarnya.
Menurut Lakso, dugaan peran Budi Arie dalam kasus mantan pegawai Kemenkominfo—yang kini dikenal sebagai Kominfo Digital—harus diperhatikan karena berkaitan dengan komitmen pemerintah dalam melawan judi online.
"Terlebih, elaborasi pada dakwaan menunjukkan bahwa penerimaan tersebut terkait dengan dugaan pengamanan situs judi online yang menjadi salah satu prioritas utama kementerian (Komdigi) yang dipimpinnya untuk diberantas," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Budi Arie saat menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) disebut meminta jatah 50 persen dari praktik pengamanan situs judol. Fakta tersebut terungkap dalam surat dakwaan terhadap sejumlah eks pegawai Kemenkominfo yang menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).
Para terdakwa tersebut adalah Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhjiran alias Agus.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut Budi Arie meminta Zulkarnaen mencarikan seseorang untuk mengumpulkan data situs judol. Zulkarnaen kemudian memperkenalkan Adhi Kismanto, yang meskipun tidak memiliki gelar sarjana, tetap diterima bekerja di Kemenkominfo atas atensi langsung menteri.
Adhi disebut terlibat dalam praktik penjagaan situs judol, termasuk memilah daftar pemblokiran agar situs yang telah membayar tidak ikut diblokir. Praktik ini melibatkan sejumlah pegawai internal dan pihak eksternal.
Dari praktik tersebut, terungkap adanya pembagian keuntungan, dengan Budi Arie disebut sebagai penerima bagian terbesar.
“Terdakwa dan para pelaku sepakat membagi hasil. Sebesar 50 persen diberikan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi,” bunyi surat dakwaan.
Zulkarnaen juga disebut beberapa kali menggunakan kedekatannya dengan Budi Arie untuk meyakinkan pihak lain bahwa kegiatan tersebut aman.
“Saya teman dekat Pak Menteri,” tutur Zulkarnaen kepada salah satu terdakwa lain, sebagaimana tertuang dalam dakwaan.
Ketika praktik tersebut sempat terhenti pada April 2024, Zulkarnaen disebut menemui Budi Arie di rumah dinas Menkominfo di kawasan Widya Chandra, Jakarta, untuk meminta restu melanjutkan kegiatan tersebut. Permintaan itu disebut disetujui.
“Terdakwa kemudian menemui Menteri Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra dan mendapatkan restu untuk melanjutkan praktik,” bunyi dakwaan.
Total situs yang diamankan dari pemblokiran disebut mencapai lebih dari 10 ribu, dengan perputaran dana mencapai puluhan miliar rupiah.
Budi Arie, yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi, membantah keterlibatannya dalam praktik pengamanan situs judol ketika menjabat Menkominfo.
“Itu adalah narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya pribadi. Itu sama sekali tidak benar,” ujar Budi Arie dalam pernyataan tertulis, Senin (19/5/2025).
Ia menyebut narasi tersebut hanyalah omongan para tersangka, bukan berasal darinya.
"Jadi itu omon-omon mereka saja bahwa Pak Menteri nanti dikasih jatah 50 persen. Saya tidak tahu ada kesepakatan itu. Mereka juga tidak pernah memberi tahu. Apalagi aliran dana. Faktanya tidak ada," ujar Budi Arie.
"Justru ketika itu saya malah menggencarkan pemberantasan situs judol. Boleh dicek jejak digitalnya," katanya lagi.
Ia juga menegaskan siap membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam proses hukum yang berjalan.
"Intinya, pertama mereka (para tersangka) tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum," ucapnya.
"Jadi sekali lagi, itu omongan mereka saja, jual nama menteri supaya jualannya laku," lanjutnya.
Lebih lanjut, Budi Arie menyatakan bahwa ia tidak mengetahui praktik jahat tersebut, dan baru mengetahui setelah kasus diselidiki pihak berwenang.
"Ketiga, tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan," tegasnya.
Ia berharap publik melihat perkara ini secara jernih dan penegak hukum dapat bekerja secara profesional serta menuntaskan kasus ini dengan adil.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.