Dari Rp2,83 triliun mengaitkan PT Pupuk Indonesia (Persero) dengan distribusi pupuk urea bersubsidi yang sangat dinanti-nantikan oleh para petani.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan adanya pemborosan dalam pengeluaran subsidi pupuk antara tahun 2020 sampai 2022, dengan total sebesar Rp2,92 triliun.
Dari jumlah itu, Rp2,83 triliun mengaitkan PT Pupuk Indonesia (Persero) dengan distribusi pupuk urea bersubsidi yang sangat dinanti-nantikan oleh para petani.
“Sebesar Rp2,83 triliun berkaitan dengan pengalokasian pupuk urea bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia, yang belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas operasional produksi dari masing-masing anak perusahaan penghasil pupuk,” ungkap BPK dalam laporan yang dikutip pada Rabu (28/5/2025).
Dalam temuan tersebut, BPK mencatat adanya kejanggalan. Salah satunya adalah alokasi kebijakan produksi pupuk bersubsidi yang justru diberikan kepada produsen dengan biaya produksi yang paling tinggi. Sementara itu, produsen dengan biaya produksi terendah malah diprioritaskan untuk memproduksi jenis pupuk nonsubsidi.
"Saya kira ini perlu dibongkar KPK. Saya kira tidak sulit karena BPK sudah berikan petunjuknya. Oknum direksi PT Pupuk Indonesia harus bertanggung jawab. Panggil dan periksa semuanya ke KPK," kata Direktur Center of Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadaf di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Masalah ini, menurut Uchok, tak bisa dianggap sepele. Selama ini, petani seringkali mengeluhkan sulit mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalaupun ada, perlu biaya tinggi untuk menebusnya. Alhasil, petani menjadi malas untuk menggarap sawah yang berdampak kepada rendahnya produksi beras nasional.
"Ini harus dibongkar. Karena terkait dengan nasib petani, rendahnya produksi beras nasional serta cita-cita Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada pangan. Kalau KPK enggak mampu bisa diambil alih Kejaksaan Agung (Kejagung) tuh," ungkapnya.
Dalam audit ini, BPK membeberkan, hasil perbandingan antara alokasi pada kontrak dengan rata-rata tertimbang kapasitas operasional menunjukkan bahwa pembagian alokasi produksi pupuk bersubsidi belum sepenuhnya mempertimbangkan kapasitas produksi masing-masing produsen pupuk.
Selanjutnya, auditor pelat merah itu, merekomendasikan Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia untuk memberikan peringatan dan arahan kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia yang jelas-jelas tidak cermat, melanggar tata kelola yang sehat, dan kurang mempertimbangkan efisiensi dalam penetapan alokasi pupuk bersubsidi kepada anak perusahaan.
"Temuan BPK ini kan sudah jelas. Pemerintah harus copot keduanya (Dirut dan Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia). Selanjutnya aparat penegak hukum memeriksa keduanya," kata Uchok.
Menanggapi kabar tak sedap ini, Vice President Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia (Persero), Cindy Sistyarani menyatakan, perseroan siap menjalankan rekomendasi BPK. "Sebagai BUMN yang patuh pada aturan keuangan negara, kami akan melaksanakan rekomendasi BPK yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024," kata Cindy dalam keterangan tertulisnya kepada Inilah.com, Rabu (28/5/2025).
Selama ini, kata Cindy, Pupuk Indonesia sudah menjalankan langkah-langkah transformasi untuk meningkatkan efisiensi dan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik. Pihaknya juga telah melakukan digitalisasi, revitalisasi pabrik, dan modernisasi fasilitas produksi untuk memastikan keberlanjutan pabrik.
"Ke depan, Pupuk Indonesia akan semakin mengakselerasi transformasi dan memastikan kebijakan yang dilaksanakan perusahaan menjunjung tinggi prinsip efisiensi dan efektivitas," ucap Cindy.
Ide Times adalah Portal Media Online yang menyajikan Berita Terkini dan Terbaru seputar Informasi, News Update, Politik, Ekonomi, Humaniora dan Gaya Hidup.